Sabtu, 19 Mei 2012

Pembangunan berkelanjutan dalam rangka pelestarian SDA.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Perbincangan tentang “Pembangunan Berkelanjutan” atau “suistainable development” sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru baik lihat secara global maupun nasional.  pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam sumber daya manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pembangunan. Namun dalam pelaksanaannya masih belum dipahami dengan baik dan oleh karenanya masih menunjukkan banyak kerancuan pada tingkat kebijakan dan pengaturan dan mempunyai banyak gejala pada tatanan implementasi atau pelaksanaanya. Sebagai sebuah konsep, pembangunan yang berkelanjutan mengandung pengertian sebagai pembangunan yang “memperhatikan” dan “mempertimbangkan” dimensi lingkungan, dalam pelaksanaannya sudah menjadi topik pembicaraan dalam konferensi Stockholm (UN Conference on the Human Environment) tahun 1972 yang menganjurkan agar pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan faktor lingkungan (Soerjani, 1977: 66), menurut Sundari Rangkuti Konferensi Stocholm membahas masalah lingkungan serta jalan keluarnya, agar pembangunan dapat terlaksana dengan memperhitungkan daya dukung lingkungan (eco-development) (Rangkuti,2000:27) Dilaksanakannya konferensi tersebut adalah sejalan dengan keinginan dari PBB untuk menanggulangi dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang terjadi.
Bertepatan dengan di umumkannya “Strategi Pembangunan Internasional” bagi “Dasawarsa Pembangunan Dunia ke–2 “(The Second UN Development Decade) yang dimulai pada tanggal 1 Juni 1970, Sidang Umum PBB menyerukan untuk meningkatkan usaha dan tindakan nasional serta Internasional guna menanggulangi “proses pemerosotan kualitas lingkungan hidup” agar dapat diselamatkan keseimbangan dan keserasian ekologis, demi kelangsungan hidup manusia, secara khusus resolusi Sidang Umum PBB No. 2657 (XXV) Tahun 1970 menugaskan kepada Panitia Persiapan untuk mencurahkan perhatian kepada usaha “melindungi dan mengembangkan kepentingan-kepentingan negara yang sedang berkembang” dengan menyesuaikan dan memperpadukan secara serasi kebijakan nasional di bidang lingkungan hidup dengan rencana Pembangunan Nasional, berikut skala prioritasnya.
Amanat inilah yang kemudian dikembangkan dan menjadi hasil dari Konferensi Stocholm yang dapat dianggap sebagai dasar-dasar atau cikal bakal konsep “Pembangunan Berkelanjutan. Pengeruh Konferensi Stocholm ini terhadap gerakan kesadaran lingkungan tercermin dari perkembangan dan peningkatan perhatian terhadap masalah lingkungan dan terbentuknya perundang-undangan nasional di bidang lingkungan hidup, termasuk di Indonesia (Silalahi, 1992:20). Semua keputusan Konferensi tersebut diatas, disyahkan oleh resolusi SU PBB No. 2997 (XXVII) tertanggal 15 Desember 1972. Pentingnya Deklarasi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia bagi negara-negara yang terlibat dalam konferensi ini dapat dilihat dari penilaian negara peserta yang mengatakan bahwa deklarasi dianggap sebagai “a first step in developing international environment law” (Silalahi,1992:20).
Bagi Indonesia konsep ini sebenarnya merupakan suatu konsep yang relatif baru. Seminar Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional (1972) dengan tema yang sangat menarik “hanya dalam lingkungan hidup yang optimal, manusia dapat berkembang dengan baik, dan hanya dengan lingkungan akan berkembang ke arah yang optimal” (Soemarwoto, 1983:xi) oleh Otto S. Dinilai sebagai suatu tonggak sejarah tentang permasalahan lingkungan hidup di Indonesia. (Soemarwoto, 1983:1). Karena itu perbincangan tentang Pembangunan Berkelanjutan sudah dibahas di Indonesia selama lebih dari tiga dasawarsa, namun hingga  sekarang masih menjadi masalah yang belum dapat diwujudkan secara baik. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas sebuah makalah yg berjudul “ PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM RANGKA PELESTARIAN SDA” semoga bisa bermanfaat.


1.2     Batasan permasalahan
Berdasarkan uraian diatas bahwasannya pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam sumber daya manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pembangunan. Adapun yang dikaji didalam makalah ini adalah hubungan antara pembangunan berkelanjutan dengan pelestarian SDA serta kebijakan-kebiijakan nya.
1.3     Tujuan
          Adapun tujuan penulis membuat makalah ini untuk memenuhi syarat dalam perkuliahan dan juga sebagai pembelajaran bagi mahasiswa untuk dapat membuat suatu hasil dari pemikiran dan dijadikan dalam bentuk makalah. Mungkin juga dapat dimanfaatkan sebagai referensi dalam pembuatan makalah selanjutnya yang berkaitan dengan mata kuliah Geografi Regional Indonesia II tentang PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM RANGKA PELESTARIAN SDA” . Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembangunan berkelanjutan dalam rangka pelestarian SDA.
Pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam, sumber daya manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan pembangunan. Sedangkan pelestarian SDA adalah sebuah usaha sadar yang dilakukan manusia untuk menjaga dan melindungi hasil alam agar tidak habis.
Adapun pengertian pembangunan berkelanjutan menurut para ahli :
1. Emil Salim :
Yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan atau suistainable development adalah suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam sumber daya manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pembangunan (yayasan SPES,1992:3)

2. Ignas Kleden :
Pembangunan berkelanjutan di sini untuk sementara di definisikan sebagai jenis pembangunan yang di satu pihak mengacu pada pemanfaatan sumber-sumber alam maupun sumber daya manusia secara optimal, dan di lain pihak serta pada saat yang sama memelihara keseimbangan optimal di antara berbagai tuntutan yang saling bertentangan terhadap sumber daya tersebut (yayasan SPES, 1992:XV).

3. Sofyan Effendi :
a. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang pemanfaatan sumber dayanya, arah invesinya, orientasi pengembangan teknologinya dan perubahan kelembagaannya dilakukan secara harmonis dan dengan amat memperhatikan potensi pada saat ini dan masa depan dalam pemenuhan kebutuhan dan aspirasi masyarakat (Wibawa,1991:14).
b. Secara konseptual, pembangunan berkelanjutan dapat diartikan sebagai transformasi progresif terhadap struktur sosial, ekonomi dan politik untuk meningkatkan kepastian masyarakat Indonesia dalam memenuhi kepentingannya pada saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memnuhi kepentingan mereka) (Wibawa,1991:26).

2.2  Landasan Hukum Pembangunan Berkelenjutan Di Indonesia
Sebagai tindak lanjut dari seminar pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan nasional (1972) untuk tingkat nasional dan UN conference on the human and environment (1972) untuk tingkat global pemerintah tidak hanya memasukkan aspek lingkungan hidup dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) tetapi juga membentuk institusi atau lembaga yang membidangi lingkungan hidup, sejak tahun 1973), aspek lingkungan hidup masuk dalam GBHN. Kemudian pengelolaan lingkungan hidup dimasukkan ke Repelita II dan berlangsung terus dalam GBHN 1978 dengan penjabarannya dalam Repelita III.
Pada tahun 1998 dibentuk Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH) yang kemudian pada tahun 2002 di ubah menjadi Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) yang kemudian pada 2003 dirubah menjadi Menteri Negara Lingkungan Hidup (LH). Kelembagaan ini mempunyai peranan penting dalam memberi landasan lingkungan bagi pelaksanaan pembangunan di negara kita. Pada tahun 1982 telah di Undangkan Undang-Undang No. 14 Tahun 1982 (LN 1982 No. 12) tentang ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan hidup secara terpadu dengan mengamanatkan keharusan untuk mengkaitkan pelaksanaan pembangunan dengan pengelolaan lingkungan hidup melalui apa yang dinamakan “pembangunan berwawasan lingkungan” Undang-Undang ini mempunyai arti penting tersendiri, menurut Sundari Rangkuti UU LH mengadung berbagai konsepsi dari pemikiran inovatif dibidang hukum lingkungan baik nasional maupun internasional yang mempunyai implikasi terhadap pembinaan hukum lingkungan Indonesia, sehingga perlu dikaji penyelesaiannya perundang-undangan lingkungan modern sebagai sistem keterpaduan .
Dalam pasal 4 huruf d UU ini disebutkan bahwa salah satu tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah “terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang”. Mengenai pengertian pembangunan bewawasan lingkungan dirumuskan dalam Pasal 1 ayat 13 yang menyatakan bahwa “pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan terencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup”. Penjelasan (TLN.3215) menyatakan bahwa penggunaan dan pengelolaan sumber daya secara bijaksana berarti senantiasa memperhitungkan dampak kegiatan tersebut terhadap lingkungan serta kemampuan sumber daya untuk menopang pembangunan secara berkesinambungan. Ketentuan tersebut selain menggunakan istilah “pembangunan berwawasan lingkungan” juga menggunakan istilah “pembangunan berkesinabungan” istilah yang disebutkan terakhir dapat juga dijadikan pedoman istilah “sustainable development” karena kata “berkesinabungan” dan “berkelanjutan “ dalam bahasa Indonesia mempunyai makna yang sama.
Hal yang ditegaskan kembali dalam pasal 3 tentang asas pengelolaan lingkungan hidup. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa “pengelolaan Lingkungan Hidup Berazaskan Pelestarian Kemampuan Lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Sedangkan penjelasannya mengataakan bahwa pengertian pelestarian mengandung makna tercapainya kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang dan peningkatan kemampuan tersebut. Hanya dalam lingkungan yang serasi dan seimbang dapat dicapai kehidupan yang optimal.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, UU ini mengandung pengertian bahwa pembangunan yang berwawasan lingkungan hanyalah satu bagian dari pembangunan yang berkesinambungan (lihat pasal 1 angka 13) atau sebagai penunjang dari pembangunan yang berkesinambungan (lihat pasal 3). Dalam perkembangan selanjutnya UU No. 4 Tahun 1982 dicabut dan digantikan dengan UU No. 23 Tahun 1997 (LN 1997:68) tentang pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam UU ini tidak lagi diadakan pembedaan antara pembangunan yang berwawasan lingkungan dengan pembangunan yang berkesinambungan seperti dikemukakan di atas akan tetapi UU ini menggunakan istilah baru lagi yatu “Pembangunan Berkelanjutan Yang Berwawasan Lingkungan Hidup. “ Konsideran UU No. 23 Tahun 1997 antara lain menjelaskan tentang mengapa kita harus melaksanakan ‘Pembangunan Berkelanjutan Yang berwawasan Lingkungan Hidup” seperti pada pertimbangan huruf b, bahwa dalam rangka mendaya-gunakan sumberdaya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam UUD 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan.
Penegasan tersebut diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berkaitan erat dengan pendayagunaan atau pelestarian SDA sebagai suatu asset mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam pertimbangan berikutnya (huruf c) ditegaskan bawa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Dalam pertimbangan ini pengelolaan lingkungan hidup dianggap sebagai penunjang terhadap pelaksanaan pembangunan berwawasan lingkungan. Dalam UU ini diperkenalkan suatu rumusan tentang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup (pasal 1 butir 3). Disebutkan dalam ketentuan tersebut bahwa pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan. Selanjutnya dalam UU ini dibedakan antara “asas keberlanjutan” sebagai asas pengelolaan lingkungan hidup dan “pembangunan berwawasan lingkungan hidup” sebagai suatu sistem pembangunan.

2.3 Peran Penduduk Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Penduduk atau masyarakat merupakan bagian penting atau titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan, karena peran penduduk sejatinya adalah sebagai subjek dan objek dari pembangunan berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cepat, namun memiliki kualitas yang rendah, akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan yang semakin terbatas.
2.4  Penduduk Berkualitas merupakan Modal Dasar Pembangunan Berkelanjutan
Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di suatu negara, diperlukan komponen penduduk yang berkualitas. Karena dari penduduk berkualitas itulah memungkinkan untuk bisa mengolah dan mengelola potensi sumber daya alam dengan baik, tepat, efisien, dan maksimal, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Sehingga harapannya terjadi keseimbangan dan keserasian antara jumlah penduduk dengan kapasitas dari daya dukung alam dan daya tampung lingkungan.

2.5  Prinsip dasar pembangunan berkelanjutan meliputi :
       Budimanta (2005) menyatakan, untuk suatu proses pembangunan berkelanjutan, maka perlu diperhatikan prinsip – prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu hal hal sebagai berikut:
  1. Cara berpikir yang integratif. Dalam konteks ini, pembangunan haruslah melihat keterkaitan fungsional dari kompleksitas antara sistem alam, sistem sosial dan manusia di dalam merencanakan, mengorganisasikan maupun melaksanakan pembangunan tersebut.
  2. Pembangunan berkelanjutan harus dilihat dalam perspektif jangka panjang. Hingga saat ini yangbanyak mendominasi pemikiran para pengambilkeputusan dalam pembangunan adalah kerangkapikir jangka pendek, yang ingin cepat mendapatkanhasil dari proses pembangunan yang dilaksanakan.Kondisi ini sering kali membuat keputusan yangtidak memperhitungkan akibat dan implikasi padajangka panjang, seperti misalnya potensi kerusakanhutan yang telah mencapai 3,5 juta Ha/tahun, banjiryang semakin sering melanda dan dampaknya yangsemakin luas, krisis energi (karena saat ini kita telahmenjadi nett importir minyak tanpa pernah melakukanlangkah diversifi kasi yang maksimal ketika masih dalamkondisi surplus energi), moda transportasi yang tidakberkembang, kemiskinan yang sulit untuk diturunkan,dan seterusnya.
  3. Mempertimbangkan keanekaragaman hayati, untuk memastikan bahwa sumberdaya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa mendatang. Yang tak kalah pentingnya adalah juga pengakuan dan perawatan keanekaragaman budaya yang akan mendorong perlakukan yang merata terhadap berbagai tradisi masyarakat sehingga dapat lebih dimengerti oleh masyarakat.
  4. Distribusi keadilan sosial ekonomi. Dalam konteks ini dapat dikatakan pembangunan berkelanjutan menjamin adanya pemerataan dan keadilan sosial yang ditandai dengan meratanya sumber daya lahan dan faktor produksi yang lain, lebih meratanya akses peran dan kesempatan kepada setiap warga masyarakat, serta lebih adilnya distribusi kesejahteraan melalui pemerataan ekonomi 
2.6 Indikator pembangunan berkelanjutan
       Secara ideal berkelanjutannya pembangunan membutuhkan pencapaian :
1.   berkelanjutan ekologis, yakni akan menjamin berkelanjutan eksistensi bumi. Hal-hal yang perlu diupayakan antara lain,
a.       memelihara (mempertahankan) integrasi tatanan lingkungan, dan keanekaragaman hayati;
b.      memelihara integrasi tatanan lingkungan agar sistem penunjang kehidupan bumi ini tetap terjamin;
c.       memelihara keanekaragaman hayati, meliputi aspek keanekaragaman genetika, keanekaragaman species dan keanekaragaman tatanan lingkungan.
2.      berkelanjutan ekonomi, dalam perpektif ini pembangunan memiliki dua hal utama, yakni : berkelanjutan ekonomi makro dan ekonomi sektoral. Berkelanjutan ekonomi makro yakni menjamin ekonomi secara berkelanjutan dan mendorong efesiensi ekonomi melalui reformasi struktural dan nasional. Berkelanjutan ekonomi sektoral untuk mencapainya  sumber daya alam dimana nilai ekonominya dapat dihitung harus diperlakukan sebagai kapital yang “tangible” dalam rangka akunting ekonomi;  koreksi terhadap harga barang dan jasa perlu diintroduksikan. Secara prinsip harga sumber daya alam harus merefleksikan biaya ekstraksi/pengiriman, ditambah biaya lingkungan dan biaya
3. berkelanjutan sosial budaya; berkelanjutan sosial budaya, meliputi:
a.       stabilitas penduduk,
b.      pemenuhan kebutuhan dasar manusia,
c.       Mempertahankan keanekaragaman budaya dan
d.      mendorong partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.
4.  berkelanjutan politik; tujuan yang akan dicapai adalah,
a.    respek pada human rights, kebebasan individu dan sosial untuk berpartisipasi di bidang ekonomi, sosial dan politik, dan
b.      demokrasi, yakni memastikan proses demokrasi secara transparan dan bertanggung jawab.
5.  berkelanjutan pertahanan dan keamanan. Keberlanjutan kemampuan menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dan gangguan baik dari dalam maupun dari luar yang langsung maupun tidak langsung yang dapat membahayakan integrasi, identitas, kelangsungan bangsa dan negara.

2.7 Proses pembangunan berkelanjutan
Menurut Surya T. Djajadiningrat, agar proses pembangunan dapat berkelanjutan harus bertumpu pada beberapa faktor,
  1. pertama, kondisi sumber daya alam, agar dapat menopang proses pembangunan secara berkelanjutan perlu memiliki kemampuan agar dapat berfungsi secara berkesinambungan. Sumber daya alam tersebut perlu diolah dalam batas kemampuan pulihnya. Bila batas tersebut terlampaui, maka sumber daya alam tidak dapat memperbaharuhi dirinya, Karena itu pemanfaatanya perlu dilakukan secara efesien dan perlu dikembangkan teknologi yang mampu mensubsitusi bahan substansinya.
  2. Kedua, kualitas lingkungan, semakin tinggi kualitas lingkungan maka akan semakin tinggi pula kualitas sumber daya alam yang mampu menopang pembangunan yang berkualitas.
  3.  Ketiga, faktor kependudukan, merupakan unsur yang dapat menjadi beban sekaligus dapat menjadi unsur yang menimbulkan dinamika dalam proses pembangunan. Karena itu faktor kependudukan perlu dirubah dari faktor yang menambah beban menjadi faktor yang dapat menjadi modal
2.8  Pokok – Pokok Kebijaksanaan.
Agar pembangunan memungkinkan dapat berkelanjutan maka diperlukan pokok-pokok kebijaksanaan sebagai berikut :
  1. pertama, pengelolaan sumber daya alam perlu direncanakan sesuai dengan daya dukung lingkungannya. Dengan mengindahkan kondisi lingkungan (biogeofisik dan sosekbud) maka setiap daerah yang dibangun harus sesuai dengan zona peruntukannya, seperti zona perkebunan, pertanian dan lain-lain. Hal tersebut memerlukan perencanaan tata ruang wilayah (RTRW), sehingga diharapkan akan dapat dihindari pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungannya.
  2. Kedua, proyek pembangunan yang berdampak negatif terhadap lingkungan perlu dikendalikan melalui penerapan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) sebagai bagian dari studi kelayakan dalam proses perencanaan proyek. Melalui studi AMDAL dapat diperkirakan dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan.
  3. Ketiga, penanggulangan pencemaran air, udara dan tanah mengutamakan.
  4. Keempat, pengembangan keanekaragaman hayati sebagai persyaratan bagi stabilitas tatanan lingkungan.
  5. Kelima, pengembangan kebijakan ekonomi yang memuat pertimbangan lingkungan.
  6. Keenam, pengembangan peran serta masyarakat, kelembagaan dan ketenagaan dalam pengelolaan lingkungan hidup
  7. Ketujuh, pengembangan hukum lingkungan yang mendorong peradilan menyelesaikan sengketa melalui penerapan hukum lingkungan.
  8. Kedelapan, Pengembangan kerja sama luar negeri.

2. 9 Peran Tata Ruang Dalam Pembangunan Kota Berkelanjutan
       Terkait dengan pembangunan perkotaan, maka kota yang menganut paradigma pembangunan berkelanjutan dalam rencana tata ruangnya merupakan suatu kota yang nyaman bagi penghuninya, dimana akses ekonomi dan sosial budaya terbuka luas bagi setiap warganya untuk memenuhi kebutuhan dasar maupun kebutuhan interaksi sosial warganya serta kedekatan dengan lingkungannya. Menurut Budimanta (2005), bila kita membandingkan wajah kota Jakarta dengan beberapa kota di Asia maka akan terlihat kontras pembangunan yang dicapai. Singapura telah menjadi kota taman, Tokyo memiliki modal transportasi paling baik di dunia, serta Bangkok sudah berhasil menata diri menuju keseimbangan baru ke arah kota dengan menyediakan ruang yang lebih nyaman bagi warganya melalui perbaikan moda transportasinya. Perbedaan terjadi karena Jakarta menerapkan cara pandang pembangunan konvensional yang melihat pembangunan dalam konteks arsitektural, partikulatif dalam konteks lebih menekankan pada aspek fisik dan ekonomi semata. Sedangkan ketiga kota lainnya menerapkan cara pandang pembangunan berkelanjutan dalam berbagai variasinya, sehingga didapatkan kondisi ruang kota yang lebih nyaman sebagai ruang hidup manusia di dalamnya.  Menurut Budihardjo (2005), rencana tata ruang adalah suatu bentuk kebijakan publik yang dapat mempengaruhi keberlangsungan proses pembangunan berkelanjutan. Namun masih banyak masalah dan kendala dalam implementasinya dan menimbulkan berbagai konflik kepentingan. Konflik yang paling sering terjadi di Indonesia adalah konflik antar pelaku pembangunan yang terdiri dari pemerintah (public sector), pengusaha atau pengembang (private sector), profesional (expert), ilmuwan (perguruan tinggi), lembaga swadaya masyarakat, wakil masyarakat, dan segenap lapisan masyarakat. Konflik yang terjadi antara lain: antara sektor formal dan informal atau sektor modern dan tradisional di perkotaan terjadi konfl ik yang sangat tajam; proyek “urban renewal” sering diplesetkan sebagai “urban removal”; fasilitas publik seperti taman kota harus bersaing untuk tetap eksis dengan bangunan komersial yang akan dibangun; serta bangunan bersejarah yang semakin menghilang berganti dengan bangunan modern dan minimalis karena alasan ekonomi. Dalam kondisi seperti ini, maka kota bukanlah menjadi tempat yang nyaman bagi warganya. Kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan cenderung dikibarkan sebagai slogan yang terdengar sangat indah, namun kenyataan yang terjadi malah bertolak belakang. Terkait dengan berbagai konfl ik tersebut, maka beberapa usulan yang diajukan Budihardjo (2005) untuk meningkatkan kualitas perencanaan ruang, antara lain:
  1. Orientasi jangka panjang yang ideal perlu disenyawakan dengan pemecahan masalah jangkapendek yang bersifat inkremental, dengan wawasan pada pelaksanaan atau action oriented plan.
  2. Penegakan mekanisme development control lengkap dengan sanksi (disinsentif) bagi berbagai jenis pelanggaran dan insentif untuk ketaatan pada peraturan.
  3. Penataan ruang secara total, menyeluruh dan terpadu dengan model-model advocacy, participatory planning dan over-the-board planning atau perencanaan lintas sektoral, sudah saatnya dilakukan secara konsekuendan konsisten.
  4. Perlu peningkatan kepekaan sosio kultural dari para penentu kebijakan dan para professional (khususnya di bidang lingkungan binaan) melalui berbagai forum pertemuan/diskusi/ceramah/publikasi, baik secara formal maupun informal.
  5. Perlu adanya perhatian yang lebih terhadap kekayaan khasanah lingkungan alam dalam memanfaatkan sumber daya secara efektif dan efi sien.
Keunikan setempat dan kearifan lokal perlu diserap sebagai landasan dalam merencanakan dan membangun kota, agar kaidah a city as a social workof art dapat terejawantahkan dalam wujud kota yang memiliki jati diri. Fenomena globalization withlocal fl avour harus dikembangkan untuk menangkal penyeragaman wajah kota dan tata ruang. Disamping enam usulan tersebut tentunya implementasi indikator-indikator pembangunan berkelanjutan yang berpijak pada keseimbangan pembangunan dalam sedikitnya 3 (tiga) pilar utama, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial harus menjadi dasar pertimbangan sejak awal disusunnya suatu produk rencana

2.10 PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

Pertambahan jumlah penduduk memerlukan peningkatan bahan pangan papan dan sandang demi kesejahteraan manusia. Untuk mewujudkan kesejahtreaan tersebut dilakuakn pembangunan di segala sektor. Dengan peningkatan pembangunan maka akan terjadi peningatan penggunaan sumber daya alam untuk mendukung pembangunan. Dalam penggunaan SDA tadi  hendaknya keseimbangan ekosistem tetap dijaga dan dipelihara. Tetapi pembangunan seringkali berpengaruh nehatif terhadap alam. Manusia seringkali mengadakan eksploitasi terhadap alam tanpa memperhitungkan ketersedian dan keterbatasan SDA.
Pengaturan tentang bagaimana pengelolaan sumber daya alam di Indonesia sudah dilakukan sejak berdirinya Negara Republik Indonesia. Selain pasal 33 UUD 1945 yang merupakan ketentuan pokok juga kita mempunyai seperangkat Undang-Undang yang mengatur tentang hal tersebut Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria, Undang-Undang No. 5 tahun 1967 tentang ketentuan pokok Kehutanan, kemudian dicabut dan digantikan dengan Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-Undang no. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan pokok Pertambangan yang direncanakan akan diganti dalam waktu yang segera, Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan, berikut seperangkat ketentuan pelaksanaannya disamping peraturan Perundangundangan lingkungan yang telah kita sebutkan diatas. Selain itu ditemukan pada seperangkat ketetapan MPR yang mengatur tentang hal ini seperti TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang pembaharuan Agraria dan Pengelolaan sumber daya alam. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah dirubah dalam Tahun 2002 berbunyi selengkapnya :
1.  Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2.  Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasi Negara.
3.  Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4.  Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5.  Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam Undang-Undang mengenai pengelolaan sumber daya alam adalah seperti apa yang disebutkan dalam ayat (3) yaitu melingkupi “Bumi dan air dan kekayaan alam yangterkandung di dalamnya”.
Ketentuan ini kemudian diperluas dalam Undang- Undang No. 5 Tahun 1960 dengan menambah unsur ruang angkasa sehingga meliputi “ Bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Ketentuan pasal 33 ayat (3) UUD 1945 memberikan penegasan tentang dua hal yaitu:
1. Memberikan kekuasaan kepada negara untuk “menguasai” bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sehingga negara mempunyai “Hak Menguasai”. Hak ini adalah hak yang berfungsi dalam rangkaian hak-hak penguasaan sumber daya alam di Indonesia.
2. Membebaskan serta kewajiban kepada negara untuk mempergunakan sumber daya alam yang ada untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pengertian sebesar-besarnya kemakmuran rakyat menunjukkan kepada kita bahwa rakyatlah yang harus menerima manfaat kemakmuran dari sumber daya alam yang ada di Indonesia. Secara singkat pasal ini memberikan hak kepada negara untuk mengatur dan menggunakan sumber daya alam yang wajib ditaati oleh seluruh rakyat
Indonesia, juga membebankan suatu kewajiban kepada negara untuk menggunakan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat, bilamana hal ini merupakan kewajiban negara, maka pada sisi lain adalah merupakan hak bagi rakyat Indonesia untuk mendapat kemakmuran melalui penggunaan sumber daya alam.
Pertanyaan yang muncul adalah rakyat Indonesia yang mana yang paling berhak untuk mendapatkan kemakmuran dari sumber daya alam Indonesia? Pada dasarnya seluruh rakyat Indonesia yang berdiam di seluruh wilayah Negara Kesatuan Indonesia pada tingkat atau lapisan manapun mempunyai hak yang sama untuk menikmati kemakmuran tersebut, namun kalau kita membicarakan siapa yang lebih diutamakan tentu saja masyarakat yang berada disekitar sumber daya alam itu berada harus lebih diutamakan dari mereka yang bertempat tinggal jauh dari sumber daya  alam yang dimaksud. Hal ini ditegaskan antara lain dalam pasal 3 ayat (1) Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 tetang penyelenggaraan Otonomi Daerah, pengaturan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya yang berkeadilan serta perimbangan  keuangan Pusat dan daerah dilaksanakan secara adil untuk kemakmuran masyarakat daerah dan bangsa keseluruhannya. Dalam pasal ini disebutkan lebih dahulu masyarakat daerah dari bangsa Indonesia secara keseluruhan. Mengisyaratkan kepada kita bahwa masyarakat setempat harus diberikan prioritas haknya untuk menikmati kemakmuran dalam pemanfaatan sumber daya alam ketimbang orang-orang yang jauh bertempat dari sumber daya alam dimaksud. Hak ini telah diberi penekanan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sebagai reaksi dari apa yang selama ini dikenal hegemoni pusat. Orang-orang yang ada di pusat lebih banyak menikmati kemakmuran dari pada masyarakat daerah atau masyarakat setempat. Selain itu kemakmuran dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam bukan hanya sekedar menjadi hak dari generasi masa kini saja. Anak cucu kita sebagai generasi mendatang juga mempunyai hak yang sama untuk menikmati kemakmuran dari pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia. Karena itu kemakmuran yang ingin diwujudkan menurut Undang-Undang Dasar adalah bersifat “transgeneration” dan oleh karenanya hak untuk mendapat kemakmuran harus berkesinambungan atau berkelanjutan (sustainable). Karena hal ini adalah sejalan dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan . Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 pengaturan tentang pengelolaan sumber daya alam dimaksud diatur dalam Bab IV tentang wewenang pengelolaan lingkungan hidup. Secara umum dalam pasal 1 angka 10 disebutkan bahwa sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri
atas sumber daya manusia, sumber daya alam baik hayati maupun non hayati dan sumber daya buatan. Pasal 8 Undang-Undang ini menentukan:
1.  Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh pemerintah.
2.  Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah:
a) Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan   lingkungan hidup.
b) Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber daya genetika.
c) Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan atau subyek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk sumber daya genetika.
d) Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial.
e) Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Kemudian dalam pasal 9 ayat (3) pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang, perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya buatan, konsensus sumber daya alam hayati dan eksistensinya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
Pengaturan tentang pengelolaan sumber daya alam yang dikaitkan dengan pembangunan yang berkelanjutan tampak dengan jelas dalam Undang- Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Pasal 3 dari Undang-Undang ini misalnya menentukan: “Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan:
a)    Menjamin keberadaan hutan dengan luasnya yang cukup dan sebaran yang oporsional.
b) Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi komunikasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi. Untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari.
c) Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai.
d) Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal, dan
e) Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Karena itu Undang-Undang ini menganut prinsip pengelolaan hutan yang berkelanjutan atau “sustainable forest management” . Selanjutnya dapat disebutkan ada dua ketetapan MPR yang membicarakan pengelolaan sumber daya alam yang di bukukan sejalan dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan, pertama adalah Tap MPR No. IV/MPR/1999 tetang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004, walau arah kebijakan-kebijakan pembangunan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup disebut:
1. Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi.
2. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan.
3. Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga yang diatur dengan Undang-Undang.
4. Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang yang pengusahaanya diatur dengan Undang-Undang.
5. Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan, keterbatasan sumber daya alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat balik. Lima prinsip ini kemudian dijabarkan lebih jauh dalam UU No. 25 Tahun 2000 (LN 2000: 206) tentang program pembangunan nasional (Propenas).

Dalam gambaran umum mengenai pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup ditegaskan bahwa peran pemerintah dalam perumusan kebijakan pengelolaan sumber daya alam harus dioptimalkan karena sumber daya alam sangat penting peranannya terutama dalam rangka meningkatkan pendapatan negara melalui mekanisme pajak, restribusi dan bagi hasil yang jelas dan adil serta perlindungan dari bencana ekologis. Sejalan dengan otonomi daerah pendayagunaan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dimaksud untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal dan tetap terjaganya fungsi lingkungan. Ditegaskan lebih jauh dalam UU ini, dengan memperhatikan permasalahan dengan kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup dewasa ini, kebijakan di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup ditujukan pada upaya:
1. Mengelola sumber daya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya.
2. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten untuk menghindari kerusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan .
3. Mendelegasikan kewenangan dan tanggungjawab kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara bertahap.
4.  Memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat global.
5. Menerapkan secara efektif penggunaan indikator-indikator untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
6. Memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasan  konservasi baru di wilayah tertentu, dan
7. Mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan  lingkungan global.

Bilamana kita teliti penggarisan tentang rencana pembangunan sebagaimana disebutkan dalam Tap MPR No. IV/MPR/1999 dan UU No. 25 Tahun 2000 khususnya yang berkenaan dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup – menggambarkan telah dimasukkannya perkembangan lingkungan dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga cukup beralasan bahwa di Indonesia, pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup telah dilaksanakan walaupun mungkin baru sebatas dalam aturan hukum.
Ketetapan kedua yang perlu mendapat perhatian adalah Tap MPR/IX/2001 tentang pembaharuan Agraria dan pengelolaan Sumber daya alam pasal 3
ketetapan ini menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di daratan, lautan dan angkasa dilakukan secara optimal, adil, berkelanjutan dan ramah lingkungan. Kemudian dalam pasal 4 ditentukan bahwa pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya harus dilaksanakan
sesuai dengan prinsip-prinsip:
a)      Memelihara dan mempertahankan keutuhan negara kesatuan Republik  
Indonesia.
b)  Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
c)  Menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi keanekaragaman
 dalam unifikasi hukum.
d) Mensejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumber daya  
     manusia Indonesia
e) Mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan optimalisasi partisipasi rakyat.
f)  Mewujudkan keadilan termasuk kesetaraan gender dalam penguasaan,

2.11  Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengelolaan Dan Pelestarian Sumber
Daya Alam Di Indonesia
Uraian di atas menunjukkan kita bahwa secara umum kita sudah mempunyai landasan formal yang cukup untuk melaksanakan prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam pelakanaan pembangunan nasional di negeri kita. mengenai pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup Tap IV/MPR/1999 tentang GBHN tahun 1999-2004 menentukan : konsep pembangunan berkelanjutan telah diletakkan sebagai kebijakan, namun dalam pengalaman praktek selama ini, justru terjadi pengelolaan sumber daya alam yang tidak terkendali dengan akibat perusakan lingkungan yang mengganggu pelestarian alam; ungkapan ini menunjukkan adanya pengakuan dari lembaga tertinggi negara kita tentang masih belum terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian” Hal senada dapat juga dilihat dalam konsideran Tap IX/MPR/2001 yang menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya agraria/ sumber daya alam yang berlangsung selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan strukutur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya serta menimbulkan berbagai konflik. Kemudian disebutkan pula bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya agraria atau sumber daya alam saling tumpang tindih dan bertentangan.
Persoalan ini bukan hanya dihadapi di Indonesia akan tetapi juga berlaku secara global dan proses globalisasi itu sendirilah sebenarnya yang memperlemah pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, seperti yang dikatakan oleh Martin Khor bahwa dalam penjelasanya, proses globalisasi telah semakin mendapat kekuatan, dan proses tersebut telah dan akan semakin menenggelamkan agenda pembangunan yang berkelanjutan (Khor, 2002 :56).
Dalam tulisannya, Sonny keraf menyebutkan ada dua penyebab kegagalan penerapan konsep pembangunan yang berkelanjutan. Menurut pendapatnya  : salah satu sebab dari kegagalan mengimplementasikan paradigma tersebut adalah, paradigma tersebut kurang dipahami sebagai memuat prinsip-prinsip kerja yang menentukan dan menjiwai seluruh proses pembangunan. Paradigma ini tidak dipahami sebagai bentuk prinsip pokok politik pembangunan itu sendiri. Pada akhir cita-cita yang dituju dan ingin diwujudkan dibalik paradigma tersebut tidak tercapai. Karena, prinsip politik pembangunan yang seharusnya menuntut pemerintah dan semua pihak lainnya dalam rancang dan mengimplementasikan pembangunan tidak dipatuhi, dengan kata lain paradigma pembangunan berkelanjutan harus dipahami sebagai etika politik pembangunan, yaitu sebuah komitmen moral tentang bagaimana seharusnya pembangunan itu diorganisir dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Dalam kaitan dengan itu, paradigma pembangunan berkelanjutan bukti sebuah konsep tentang pembangunan lingkungan hidup.  Paradigma pembangunan berkelanjutan juga bukan tentang pembangunan ekonomi. Ini sebuah etika politik pembangunan mengenai pembangunan secara keseluruhan dan bagaimana pembangunan itu seharusnya dijalankan. Dalam arti ini, selama paradigma pembangunan berkelanjutan tersebut tidak dipahami, atau dipahami secara luas, cita-cita moral yang terkandung di dalamnya tidak akan terwujud (Keraf, 2002 : 176).
Alasan kedua, menurut Sonny Keraf mengapa paradigma itu tidak jalan, khususnya mengapa krisis ekologi tetap saja terjadi, karena paradigma tersebut kembali menegaskan ideologi developmentalisme. Apa yang dicapai di KTT Bumi di Rio de Janeiro sepuluh tahun lalu, tidak lain adalah sebuah kompromi mengusulkan kembali pembangunan, dengan fokus utama berupa pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, selama sepuluh tahun terakhir ini, tidak banyak perubahan yang dialami semua negara di dunia dalam rangka mengoreksi pembangunan ekonominya yang tetap saja sama, yaitu penguasaan dan eksploitasi sumber daya alam dengan segala dampak negatifnya bagi lingkungan hidup, baik kerusakan sumber daya alam maupun pencemaran lingkungan hidup (Keraf, 2002 :167-168).
Sekalipun pembangunan berkelanjutan berada pada suatu titik terendah, menurut Martin Khor, namun muncul juga tanda kebangkitannya kembali sebagai suatu paradigma. Keterbatasan dan kegagalan globalisasi telah menyebabkan munculnya reaksi negatif dari sebagian masyarakat yang pada akhirnya mungkin akan berdampak pada terjadinya perubahan sejumlah kebijakan. Dengan munculnya kekuatan pro pembangunan berkelanjutan dalam pemerintahan di negara-negara sedang berkembang (NSB) mereka menjadi lebih sadar akan hak-hak dan tanggungjawab untuk meralat berbagai persoalan yang ada pada saat ini termasuk mengubah sejumlah peraturan dalam WTO. World Summit On Sustainable Development - WSSD (Konferensi Dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan) memberikan kesempatan yang bagus untuk memusatkan kembali perhatian masyarakat maupun upaya-upaya pemantapan, bukan semata-mata mengenai persoalan itu, melainkan juga kebutuhan untuk menggeser paradigma-paradigma (Khor, 2003 : 6). Dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di Indonesia patut di catat penilaian dari D. Pearce & G Atkinson dalam tulisanya “A Measure of Sustainable Development” (Ecodecision, 1993 : 65) sebagaimana dikutip oleh Soerjani,. Dua penulis ini menilai pembangunan Indonesia dinilai masih belum sustainable. Hal ini dengan alasan bahwa depresiasi sumber daya alam Indonesia besarnya adalah 17% dari GDB, sedangkan invesmennya hanya 15 %. Pembangunan itu baru dinilai sustainable dalam memanfaatkan sumber daya alam itu melalui rekayasa teknologi dan seni, sehingga kalau yang kita konsumsi nilai tambahnya, sangat mungkin dapat ditabung untuk invesment senilai 17% atau bahkan lebih. Jadi jelas bahwa kemampuan sumber daya manusia untuk memberi “nilai tambah” sumber daya pendukung pembangunan melalui penerapan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni merupakan kunci apakah pembangunan yang dilaksanakan itu “sustainable” berkelanjutan, berkesinambungan atau tidak (Soerjani,1997 :66-67).
Cara-cara pengelolaan SDA
a.         Pengelolaan sumber daya alam berwawasan lingungan
Pengelolaan sumber daya alam berwawasan lingkungan adalah usaha sadar untuk mengelola sumber daya alam sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian suatu lokasi dengan potensi produktivitas lingkungannya. Pengelolaan SDA berwawasan lingkungan bertujuan untuk melestarikan sumber daya alam agar lingkungan tidak cepat rusak. Selain itu bertujuan untuk menghindarkan manusia dari bencana lingkungan seperti banjir, longsor, pencemaran lingkungan dan berkurangnya keragaman flora dan fauna. Pelestarian lingkungan harus senantiasa dijaga agar terjadi keseimbangan lingkungan,  keselarasan , keseimbangan lingkungandsan mempertahankan daya dukung lingkungan serta memberikan manfaat secara tetap dari waktu ke waktu. Contoh penerapan pengelolaan sumber daya alam berwawasan lingkungan :
1.    Menggunakan pupuk alami atau organik
2.    Penggunaan pestisida sesuai kebutuhan
3.    Penggunaan peralatan yang tepat dalam pembukaan tanah agar top soil tidak hilang
4.    Tidak membuang zat pencemar dan beracun kedalam air, sungai dan laut
5.    Setiap pabrik industri harus membuat cerobong asap yang tinggi dan melakukan penyaringan asap.
6.    Tidak membangun perumahan atau industri diwilayah resapan air.
b. Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan
     pengelolaan sumber daya lama berkelanjtan adalah uaya sadar dan berencana mennggunakan dan mengelola sumber daya alamsecara bijaksana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dimasa sekarang dan dimasa depan. Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan  didasarkan pada dua prinsip yaitu  SDA terutama SDA yang tidak dapat diperbaharui memiliki persediaan yang terbatas sehingga harus dijaga ketersediaanya dan digunakan secara bertanggung jawab. Kedua pertambahan penduduk setiap tahun meningkat maka kebutuhan hidup akan meningkat pula oleh karena itu potenis sumber daya alam harus mendukung kebutuhan sekarang dan kebutuhan masa depan.
Contoh penerapan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan
1.      Mengurangi ekploitasi berlebihan terhadap alam
2.      Menggunakan SDA secara efisien
3.      Pemanfaatn SDA sesuai dengan daya dukung lingkungan
4.      Pengelolaan barang tambang sebelum di ekspor  aga memiliki nilai jual yang tinggi dan mengurangi pengunana barang tambang
5.      Pengelolaan SDA berdasarkan prinsip ekofiensi ( prinsip yang menggunakan SDA dengan biaya yang murah dan meminimalkan dapak negatif terhadap lingkungan.  Ekofiensi mempunyai 2 prinsip  yaitu prinsip mengoptimalkan daya dukung lingkungan dan prinsip meningkatkan efiensi bahan baku.
Contohnya , menghemat penggunaan air, menghemat penggunaan listrik dll
Pelestarian SDA
Sumber daya alam merupakan karunia Tuhan yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dalam memanfaatkan sumber daya alam tersebut tidak boleh dengan seenaknya. Jika saat ini kita dengan seenaknya menggunakan, maka suatu saat kita akan menemui masalah. Manusia akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumber daya alam yang dapat diperbarui pun, jika pemanfaatannya dengan seenaknya, lama kelamaan juga akan punah. Untuk itu usaha pelestarian sumber daya alam harus senantiasa dilakukan. Cara pelestarian sumber daya alam antara lain sebagai berikut:
1. Sumber daya alam biologis (hewan liar)
Sumber daya alam hewan dapat berupa hewan liar maupun hewan yang sudah dibudidayakan. Termasuk sumber daya alam satwa liar adalah penghuni hutan. Penhuni padang rumput, penhuni padang ilalang, penghuni padang stepa, dan penghuni sayana misalnya harimau, gajah, kera, ular, babi hutan, bermacam-macam burung, serangga dan lainnya.
Untuk menjaga kelestarian hewan langka maka penagkapan hewan-hewan dan juga perburuan haruslah menaati pertaturan tertentu seperti berikut : 
1. Para pemburu harus mempunyai lisensi (surat izin berburu)
2. Senjata untuk berburu harus tertentu macamnya
      3. Membayar pajak dan mematuhi undang-undang perburuan
f)       Ada hewan yang boleh ditangkap hanya pada bulan –bulan tertentu saja. Misalnya ikan salmon, pada musim berbbiak di sungai tidak boleh ditangkap atau kura-kura pada musim akan bertelur
2. Sumber daya alama (lahan)
Lahan sebagai suatu kesatuan dari sejumlah SDA yang tetap dan terbatas dapat mengalami kerusakan dan atau penurunan produktivitas sumber daya alam tersebut (jamulya,1991;1). Upaya pelestarian Pemanfaatan lahan potensial perlu diimbangi dengan pembangunan lingkungan hidupnya berupa pemeliharaan dan perlindungan terhadap tanah, tumbuhan,hewan,air dan lain-lain agar memiliki daya guna. Pemeliharaan dan perlindungan itu antara lain sebagai berikut :
1.       penanaman kembali lahan-lahan yang gundul. Upaya ini bertuuan untuk memelihara kesuburan tanah dari ancaman adanya erosi dan longsor
2.       peremaian hutan
3.       pembuatan terasering bertujuan untuk pencegahan erosi
4.       pembatasan lahan untuk pertanian yaitu hanya pada lereng-lereng yang memiliki kecuraman dari 45 derajat. Lereng yg berkecuraman lebih dari 45 derajat  apalagi bila vegetasinya kurang maka potensi untuk timbulnya erosi sangat besar.
5.       Pembuatan saluran pembuangan air menurut konturnya
6.       Penanaman pohin-pohon pelindung
7.       Teknis penanaman dengan sistem kontur
8.       Penanaman lahan dengan sistem tupang sari

Sumber daya air merupakan kebutuhan mutlak setiap manusia. Setiap manusia membutuhkan air yang bersih. Air yang bersih dan bebas polusi juga dibutuhkan oleh hewan dan tumbuhan. Pelestarian sumber daya air dapat dilakukan antara lain dengan cara tidak membuang sampah di sembarang tempat, menanam banyak pohon dan hemat air.
Tanah yang subur bermanfaat bagi makhluk hidup. Manusia makan berbagai jenis hewan. Hewan memakan tumbuhan. Tumbuhan bisa tumbuh dengan baik pada tanah yang subur. Berarti secara langsung maupun tidak semua makhluk membutuhkan tanah yang subur. Tanah yang subur memiliki lapisan yang disebut humus. Humus terletak pada lapisan tanah yang paling atas. Humus akan hilang bila terkikis oleh air. Penanaman pohon-pohon dapat mencegah terkikisnya humus. Tanah juga bisa menjadi tidak subur jika terkena polusi. Penyebab polusi tanah adalah bahan-bahan beracun seperti sabun dan limbah pabrik.
Pelestarian hutan dapat kita lakukan dengan berbagai cara. Cara atau usaha melestarikan sumber daya alam dapat kita lakukan dengan langkah -langkah berikut :
1.      Reboisasi,penghijauan dan rehabilitasi hutan. Reboisasi merupakan cara pelestarian sumber daya alam dengan cara melakukan penanaman kembali hutan-hutan yang sudah gundul. Reboisasi ini merupakan cara yang berskala besar. Penghijauan adalah pelestarian sumber daya alam berselaka kecil yaitu usaha penanaman tanah milik penduduk dengan tanaman budi daya. Sedangkan Rehabilitasi hutan adalah cara atau usaha perbaikan hutan dengan cara mengganti tanaman yang sudah rusak ,mati, dan tua.
  1. Pengawetan tanah guna mempertahankan kesuburan. Kesuburan tanah dapat dipertahankan dengan cara memberi pupuk untuk menambah unsur hara di dalam tanah sesuai petunjuk yang benar agar tidak menimbulkan pencemaran.Cara berikutnya dapat kita lakukan dengan cara membuat pematang,parit atau terasering pada tanah yang letaknya miring gunanya untuk mencegah erosi.
  2. Pengawetan tanah juga perfungsi untuk menyimpan air. Hal ini dilakukan untuk mencegah atau menghilangnya air dari dalam tanah akibat penguapan atau mengalir jauh ke bawah tanah dan mengalir ke tempat lain atau terbuang percuma. Cara ini dilakukan dengan mengusahakan agar permukaan tanah selalu tertutup oleh tanaman penutup , untuk mengurangi kerusakan tanah. selain itu dapat dilakukan dengan cara menanam pohon-pohon besar agar pohon -pohon ini dapat menahan air, sehingga tidak meresap jauh ke dalam tanah atau mengalir ke tempat lain.
4.      Pengolah Daerah Aliran sungai ( DAS).
DAS merupakan langkah pengaturan air sungai untuk keperluan pertanian. Kalau langkah ini tidak dilakukan jelas air sungai mengalir percuma dan tidak dimanfaat. Pengaturan Daerah aliran sungai sejak dahulu telah dilakukan oleh Masyarakat Propinsi Bali dengan istilah SUBAK. Langkah ini juga merupakan usaha pelestarian sumber daya alam.
5.      Penertiban pembuangan sampah. Penertiban pembuangan sampah dilakukan untuk mencegah agar penduduk tidak membuang sampah sembarang. Jika sampah dibuang ke sungai jelas akan menimbulkan pencemaran air belum lagi bau busuk menyengat jika sampahnya tertimbun di muara sungai. Maka pemerintah menghimbau agar penduduk jika mempunyai sampah keluarga hendak disortir dulu mana patut dibakar agar hasil pembakaran dapat digunakan sebagai pupuk dan mana yang bisa diolah kembali.Sehingga produk sampah ada dua yaitu sampah organik dan non organik.
  1. Penertiban pembuangan limbah industri. Semua pabrik yang aktif memproduksi suatu produk jelas menghasilkan hasil sampingan berupa limbah. Nah limbah ini seyogyanya diolah kembali agar bisa bermanfaat. Jika limbah tersebut banyak mengandung racun maka langkah yang harus dilakukan dengan cara menetralisir racunnya dahulu baru dibuang. Penetralisiran racun tersebut untuk menghindari pencemaran.
6. Usaha Pelestarian Mineral Logam
Mineral logam banyak dimanfaatkan untuk membuat perhiasan, kabel, kaleng, alat-alat otomotif, sepeda dan lain sebagainya. Logam merupakan bahan yang sulit diuraikan tanah. Sehingga barang-barang yang berasal dari logam jika dibuang dapat menjadi polusi tanah dan air. Mineral logam juga merupakan bahan yang tidak dapat diperbarui. Sehingga pelestarian logam dapat dilakukan dengan cara mendaur ulang barang-barang bekas.  Mendaur ulang barang bekas bisa dengan meleburnya kembali. Atau membuat kreasi baru dari barang bekas menjadi barang lain yang bermanfaat.

7. Usaha Pelestarian Sumber Daya Energi
Sumber daya energi merupakan sumber daya yang menghasilkan tenaga. Sumber daya energi seperti minyak bumi, gas alam dan batubara merupakan sumber daya penting bagi kita. Sumber daya energi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan listrik. Sumber daya energi termasuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Artinya suatu saat bisa habis. Pelestarian sumber daya energi dapat dilakukan dengan cara berhemat.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masa depan kehidupan bangsa dan negara akan banyak sekali ditentukan oleh berbagai pilihan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pada saat ini. Apalagi pemerintah juga cenderung semakin liberal dalam melaksanakan kebijakannya. Sementara itu tuntutan untuk membangun secara berkelanjutan juga semakin meningkat selaras dengan semakin besarnya ongkos yang harus kita pikul dengan semakin rusaknya lingkungan hidup, yang dapat dilihat dengan semakin banyaknya bencana alam yang merenggut banyak nyawa dan material akhir-akhir ini. Oleh karena itu Indonesia tidak lagi dapat mengabaikan pelestarian lingkungan hidupnya. Trade off antara mengedepankan kepentingan jangka pendek (kepentingan generasi sekarang) dengan kepentingan jangka panjang (kepentingan anak cucu kita) harus segera diambil keputusannya. Sudah saatnya kita hidup bukan hanya untuk kepentingan jangka pendek, namun harus memperhatikan kepentingan generasi mendatang yang akan hidup di Indonesia. Oleh karena itu harus ada perubahan paradigma dalam pengelolaan SDA agar supaya keputusan apapun yang diambil akan menggunakan perspektif jangka panjang, mengedepankan pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu dalam pembuatan kebijakan harus lah menjaga lingkungan hidup serta mempertimbangan aspek sosial masyarakat, Untuk itulah Indonesia sudah saatnya menyusun program pembangunan berkelanjutan secara terintegral agar supaya lebih efektif dalam menjaga lingkungan hidup kita. Namun demikian kebijakan dengan program yang baguspun tidaklah dapat menjamin keberhasilan pembangunan berkelanjutan. Banyak bukti menunjukkan bahwa tantangan utama dalam pembangunan berkelanjutan adalah implementasi dari kebijakan yang diambil. Oleh karena itulah perlu disiapkan suatu environment agar tujuan pembangunan berkelanjutan berhasil. Dalam hal ini kebijakan ataupun program tersebut mesti mempertimbangkan baik dari sisi teknis, legal, fiskal, administrasi, politik, etik dan budaya agar mudah diimplementasikan.
3.2 Saran
    Informasi mengenai pembangunan berkelanjutan khususnya berwawasan pelestarian SDA dapat dicari di buku-buku yang relevan dan untuk mempercepat kami sebagai penulis menyarankan kepada pembaca untuk bisa membaca melalui Via Internet.



                                     Daftar pustaka
 http://id.shvoong.com/how-to/writing/2200863-bagaimana-usaha-usaha-kita-dala /#ixzz1u5rs7dpO 
 http://www.kaskus.us/showthread.php?p=491208601 
 http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=123 
Cooper, Phillip J. Dan Vargas, Claudia M., Implementing Sustainable Development from Global 
Policy to Local Action, Rowman & Littlefield Publisher Inc., UK, 2004




1 komentar: